
Papua – Kepolisian Daerah (Polda) Papua menggelar pertemuan dan diskusi bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Papua, tokoh adat, serta akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen) dalam rangka membahas dinamika pemberitaan dan reaksi publik terkait peristiwa pembakaran burung Cenderawasih di Kabupaten Boven Digoel, yang sempat menjadi perhatian masyarakat luas, Selasa (28/10/2025).
Kegiatan yang berlangsung di Aula Vicon Lantai 2 Polda Papua, Abepura, Jayapura, dipimpin langsung oleh Kapolda Papua Irjen Pol. Patrige R. Renwarin, S.H., M.Si., serta dihadiri oleh Kepala BKSDA Papua Jhony Santoso, Irwasda Polda Papua Kombes Pol. Jermias Rontini, S.I.K., M.Si., Kabid Humas Kombes Pol. Cahyo Sukarnito, S.I.K., M.K.P., Kabid Kum Kombes Pol. Dedy Sumarsono, S.I.K., M.H., Kapolresta Jayapura Kota Kombes Pol. Fredrickus W. A. Maclarimboen, S.I.K., M.H., CPHR, perwakilan DPR Papua Adam Arisoi, serta Dosen Antropologi Uncen Prof. Dr. Fredik Sokoy, S.Sos., M.Si.
Dalam arahannya, Kapolda Papua Irjen Pol. Patrige R. Renwarin menegaskan pentingnya menangani isu pembakaran burung Cenderawasih secara komprehensif dan lintas sektor, dengan mempertimbangkan aspek hukum, sosial, budaya, dan komunikasi publik.
“Kita perlu melihat permasalahan ini secara utuh, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga dari sisi nilai-nilai budaya dan persepsi publik. Penanganan komunikasi yang tepat akan membantu mencegah salah tafsir dan menjaga ketertiban di masyarakat,” tegas Kapolda.
Kapolda juga meminta agar Bidang Humas Polda Papua melakukan analisis mendalam terhadap pemberitaan dan opini publik di media sosial, guna menyusun langkah-langkah komunikasi yang terarah dan menekan sentimen negatif yang berkembang.
Dalam pemaparannya, Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol. Cahyo Sukarnito, S.I.K., M.K.P. menyampaikan hasil analisis pemberitaan dan aktivitas media sosial terkait isu tersebut.
Dari hasil monitoring sejak 21 hingga 27 Oktober 2025, tercatat 111 postingan dengan lebih dari 4,3 juta tayangan, serta lebih dari 274 ribu interaksi publik.
“Puncak perhatian publik terjadi pada 22 Oktober, namun berhasil ditekan setelah dilakukan koordinasi dengan jajaran Polres dan akun lokal terpercaya untuk memposting konten netral dan edukatif. Langkah ini efektif meredam sentimen negatif di masyarakat,” ungkapnya.
Perwakilan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Port Numbay menyampaikan bahwa burung Cenderawasih memiliki makna budaya dan spiritual mendalam bagi masyarakat Papua, sehingga tindakan pembakaran terhadap satwa tersebut dianggap menyinggung nilai adat.
“Cenderawasih adalah simbol kehormatan dan identitas masyarakat Papua. Kami berharap pemerintah dan aparat dapat membuat peraturan daerah khusus yang melindungi satwa ini serta memberikan edukasi ke masyarakat,” ujar perwakilan LMA Port Numbay.
Sementara itu, Prof. Dr. Fredik Sokoy dari Uncen menambahkan bahwa persoalan utama bukan hanya pada tindakan hukum, tetapi juga pada aspek komunikasi publik dan pemahaman budaya.
“Cenderawasih bukan sekadar hewan endemik, tetapi lambang spiritual dan identitas orang Papua. Oleh karena itu, setiap tindakan yang berkaitan dengan satwa ini perlu disertai pendekatan budaya yang arif dan transparan,” jelasnya.
Kepala BKSDA Papua, Jhony Santoso, mengakui adanya kekurangan koordinasi dan komunikasi di lapangan yang menyebabkan munculnya kesalahpahaman publik.
“Kami tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. Semua proses dilakukan sesuai aturan, namun memang perlu evaluasi agar ke depan setiap langkah disertai sosialisasi yang lebih baik,” tuturnya.
Menutup diskusi, Kapolda Papua menekankan pentingnya sinergi lintas lembaga antara Polri, pemerintah daerah, BKSDA, akademisi, dan tokoh adat dalam merumuskan langkah-langkah penanganan isu yang berimbang antara penegakan hukum dan penghormatan budaya.
“Mari kita jadikan momentum ini untuk membangun pemahaman bersama dan memperkuat koordinasi agar setiap kebijakan dan tindakan yang diambil mencerminkan rasa hormat terhadap budaya Papua sekaligus menjamin kepastian hukum,” tutup Kapolda Papua.(rd)
Tidak ada komentar